Yupp, akhirnya ngerasain pendakian gunung yang sebenarnya. Gunung aktif yang terletak di Jawa Tengah ini menjadi pilihan pertama saya untuk menguji kemampuan bahkan stamina untuk mendakinya. Berawal dari nadzar sidang skripsi yang saya lontarkan di grup WhatsApp untuk antar tema sekampus dan sekelas sekitar bulan September 2013, karena saya tahu bagaimana perilaku kawan-kawan sekelas saya itu, berani berucap berani bertanggung jawab. Intinya ya harus, kudu, dan wajib pegang omongan!
Saya ingat benar, waktu itu saya berucap bahwa akan nadzar naik gunung, jika September akhir saya dapat sidang skripsi maka saya akan menjalankan nadzar naik gunung. Tapi sampai akhir Oktober pun saya tak kunjung sidang, akhirnya fix tanggal 30 Desember 2013 saya akhirnya menjalankan ujian/sidang/pendadaran skripsi dengan perasaan deg-degan dan lega. Lalu bagaimana dengan nadzar saya?
Buat saya apa yang saya lontarkan, harus saya jalankan apapun kondisinya. Sekitar 2 bulan setelah ujian, dan sekitar 2 minggu setelah yudisium, saya memilih 14-16 Maret sebagai waktu pendakian, dan saya memilih Merbabu. Entah kenapa feel lagi pengen ngerasain Merbabu sebagai gunung pertama yang saya singgahi. Setelah persiapan penuh, dan pinjam perlengkapan sana-sini, saya siap mendaki!
Tanggal 14 Maret tengah malam, atau tepat pukul 23.35 saya dan keempat kawan bertolak menuju Boyolali menggunakan motor, masuk ke kecamatan Selo. Melewati Muntilan, dan Mungkid, Magelang, kami berlima berbelok menuju ke arah Ketep Pass. Selama perjalanan menuju Ketep Pass, perjalanan tidak begitu mulus. Keadaan jalan yang berlubang dan ramai truk yang saat itu justru giat bekerja mengangkut pasir yang memang melimpah ruah di kaki gunung Merapi. Udara yang semakin dingin memutuskan saya untuk menggunakan sarung tangan yang biasa saya gunakan ketika mengendarai motor.
Sesampai di Ketep Pass, tepatnya di jalan cabang, (jika lurus menuju Ketep, jika berbelok ke kanan menuju Boyolali), kami mengistirahatkan bokong, dan punggung. Sekitar 15-30 menit kami melanjutkan perjalanan yang baru setengahnya itu.
Pukul 02.00 dinihari kami sampai di basecamp Merbabu, basecamp yang bisa menjadi pilihan poara pendaki untuk beristirahat sejenak sebelum mendaki. Disini saya tidak akan menceritakan perjalanan dari jalan utama atau jalan raya menuju basecamp yang sangat-sangat susah -_-
Sesampai disana, sudah ada sekitar 5 orang pendaki yang terlelap, kami datang suasana jadi agak ramai dan berisik. Maaf ya untuk mas dan mbak yang waktu itu sedang beristirahat dengan nyenyak :D Oh iya, #fyi aja, di basecamp sinyal ponsel/handphone/smartphone sudah sulit, disarankan jika ingin pamitan sama orang tersayang baiknya sebelum masuk ke kampung tempat basecamp berada.
Sesampai di basecamp kami mengobrol sebentar, dan beristirahat dengan Sleeping Bag (SB) masing-masing yang kami bawa. Nyenyak tidak tidurnya? Siapa bilang!! Suara SB yang berisik, dan beberapa kawan yang tidak dapat tidur cukup mengganggu tidur saya. Pffft~
Paginya setelah sarapan, tepat pukul 08.35 kami mulai melakukan perjalanan menuju puncak Merbabu. Sulit sih, karena ini adalah hal yang baru bagi saya untuk mendaki ke gunung sebenarnya. Saya pernah mendaki, tapi tidak selama dan sejauh ini, Ijen, dan Gunung Api Purba Nglanggeran pernah saya jajaki :D
Kami memang berjalan sangat-sangat-sangat santai sekali. Saya sebagai pemula cepat merasa kelelahan, sehingga sering beristirahat di jalan, terkadang perasaan tidak enak dengan kawan-kawan lain yang semuanya adalah lelaki, muncul. Mereka semangat berjalan, tetapi saya sering beristirahatnya :(
Kata seorang kawan saya, "kalo cape, ngomong ya Nda. Ga usah gengsi!"
Pukul 10.05 kami sampai di pos pertama, di pos ini kami bertemu dengan dua orang pendaki yang juga sedang beristirahat. Kami berkenalan, dan mengobrol. Pukul 10.45 (ini klo ga salah sih :p ) kami melanjutkan perjalanan. Medan pos 1 menuju pos 2 semakin sulit, jalan semakin terjal. Tanah yang agak licin karena cuaca lembab akibat hujan sisa semalam semakin membuat saya kesulitan dan cepat merasa lelah.
Perjalanan menuju pos kedua pun semakin dahsyat, gerimis datang. Gak deras juga, ditambah angin membuat udara semakin dingin. Kami berhenti sebentar dan bergantian memakai mantel hujan. Jalanan tanah semakin licin dan lengket. Celana, dan tangan jadi korban, kotor. Kuku saya yang telah saya potong pun ikut jadi korban kekotoran #abaikan !
Saya lupa, kami tiba di pos dua pukul berapa, tapi yang jelas gerimis masih turun saat kami tiba di sana. Di pos dua pun terdapat dua tenda milik pendaki yang kemungkinan saat itu sedang berada di puncak. Kami beristirahat, memakan cemilan/bekal dan menyeduh kopi agar badan tetap hangat.
Ini foto diambil tepat saat turun gunung, bukan saat naiknya ^^ |
Setelah cukup beristirahat, kami menuju pos tiga. Medan jalan semakin dahsyat buat saya, kondisi kaki sudah sangat pegal ditambah harus membawa beban berat dipunggung. Akibat membawa beban, tulang bahu kiri-kanan saya mulai terasa sakitnya. Disini seorang kawan saya menawarkan diri untuk membawa carrier yang saya pakai. Agak ga enak sih, tapi bahu saya benar-benar terasa sakit. Pukul 14.00 kami tiba di pos tiga yang sangat lapang, suasana pos ini cukup ramai. Beberapa pendaki sudah mendirikan tenda masing-masing. Udara semakin dingin, bahkan kabut juga semakin tebal. Kami akhirnya segera menuju lokasi camp atau lokasi pendirian tenda.
Nah, saat menuju camp kami atau tepatnya di area Sabana 1 ini medannya sangat berat, klo bisa nyerah ya saya nyerah. Tapi justru kawan-kawan saya yang kesemuanya lelaki ini sangat semangat, jelas-lah saya ga boleh nyerah! Jalanan curam, ditambah tanah lembab dan licin, saya bersyukur carrier saya dibawakan oleh kawan yang menawarkan diri tadi. Kedua kawan saya sudah sampai dan tiba terlebih dahulu di Sabana 1, sedangkan saya dan kedua orang lainnya beristiraha sejenak di area yang disebut batu tulis. Nama area ini aneh, disebut batu tulis tapi ga ada batu-batunya, yang ada tanah, rerumputan, ranting pohon, dan tanaman-tanaman khas gunung, bunga edelweis.
Sejenak memakan cemilan di area batu tulis, kami bertiga lanjut mendaki. "Duh gusti, paringono kuat," ucap saya dalam hati. Dengan keringar, lelah yang amat sangat kami tiba di sabana 1, syukur kedua kawan saya selesai mendirikan tenda. Kami bersiap, berkemas masak, dan menyalakan api unggun. Udara semakin dingin, kabut juga makin tebal.
Selesai makan, saya memutuskan TIDUR! Ya, udara dingin, dan kelelahan membuat saya memilih untuk beristirahat lebih cepat dibanding kawan-kawan lain. Saat tidur, udara benar-benar dingin. Kaus kaki 3 lapis pun rasanya tak berguna. Walau kondisi tenda sempit karena harus berdesakan berlima, kehangatan jauh dari kami :3
Selesai makan, saya memutuskan TIDUR! Ya, udara dingin, dan kelelahan membuat saya memilih untuk beristirahat lebih cepat dibanding kawan-kawan lain. Saat tidur, udara benar-benar dingin. Kaus kaki 3 lapis pun rasanya tak berguna. Walau kondisi tenda sempit karena harus berdesakan berlima, kehangatan jauh dari kami :3
Lebih dari 5x saya terbangun. Kawan-kawan saya ada yang nyenyak, ada juga yang seperti saya. Terbangun kedinginan. Pukul 04.00 pagi, ketiga orang saya memilih untuk mendaki ke puncak melihat sunrise atau matahari terbit, saya sendiri masih dalam pelukan SB. Pukul 05.30 saya dibangunkan seorang kawan dari luar, "Nda bangun, matahari terbit tuh!", dengan kedinginan saya menjawab, "mana?", "dibelakang tenda."
Ya sudah, saya bangun setelah merapikan jilbab. Udara ga bisa dikatakan lagi dinginnya, kawan saya membuat air panas untuk menyeduh kopi, saya pun turut membantunya. Kopi jadi, dan cemilan tersedia, saya pun duduk di atas tikar menghadap Merapi yang sangat dekat dan terlihat cantik. Entah kenapa dari dulu mengagumi Merapi.
Dengan background Merapi :) |
Ketiga kawan saya kembali ke tenda, kami memasak, dan bersiap untuk turun gunung. Perjalanan yang paling berat justru adalah turun. Kaki saya gemetar hebat, dan tulang kaki sudah terasa sakitnya, apalagi ditambah menahan beban di punggung, setelah hari sebelumnya tulang bahu saya nyeri.
Alhamdulillah, kesampaian juga menginjak Merbabu. Walau tak sampai puncak, tapi saya bersyukur dapat menikmati alam Tuhan yang sangat luar biasa. Pengalaman kemarin mengajarkan saya banyak hal, kekompakan, bagaimana bersosialisasi dengan orang-orang baru, dan bagaimana seharusnya menjaga sikap untuk tidak banyak mengeluh ketika melewati sebuah proses. Semuanya banyak didapat. Jujur saya ga kapok, malah kepengen tujuan selanjutnya adalah Merapi. Ada yang bersedia menjadi guide saya? :)
Thank's to: keempat orang kawan saya. Arga - Denny dua orang kawan kelas saya yang mungkin menjadi guide saya, Aziz, dan Giri yang ga mau dipanggil "mas" dan mengaku mahasiswa angkatan 2012 yang sudah membawa carrier saya baik dari naik dan turunnya. Matur nuwun dab!
0 komentar:
Posting Komentar