Rss Feed
  1. Fucking Persons Fucking Friends

    Rabu, 23 Desember 2009

    Ga tau kenapa aku suka banget sama judul itu.
    Pas dengan kondisi yang terjadi pada kelasku (klo menurut kalian ga nyambung, itu urusan kalian, yang penting saya suka..hahahahahaha...)

    Hmm..aku ngerasainnya hari Rabu, 23 Desember 2009.
    Dua orang kawan berbisik dengan asyiknya, padahal saat itu jelas bgt lagi ada sesi kuliah, tapi mang dasar dosennya yang terlalu baik, keributan sekecil apapun ga jadi masalah, toh kuliah tetap berjalan.

    Ga tau apa yg dibicarain, tapi salah seorang kawan lagi sangat yakin bahwa kedua orang itu sedang membicarakannya (mungkin karena rasa geer yang sangat tinggi). Jadi ngerasa kasihan ma ni anak (dalam hatiku).
    Selalu jadi seorang yang dianggap salah oleh beberapa kawan dikelas, mungkin bukan dianggap salah, hanya saja kelakuannya yang sering buat orang mangkel. Entahlah!! Aku sih juga kadang jengkel dengannya, tapi kejengkelanku biasa kok, ga berpengaruh apa dengan pertemanan kami.

    Kawan-kawanku dikelas (khususnya yg cwe nih) mang punya sikap dan sifat yang kadang amat sangat menjengkelkan (buatku). Tapi klo ga ada mereka, juga ga bakal rame. Terkadang aku ingin banget ngomong sejujurnya klo aku kadang mangkel terhadap mereka, kadang merindukan mereka (klo ga pernah ketemu). Hahahahaha...dengan tulisan ini pun kalian tau perasaanku ke kalian yang ga menentu.
    Klo yang cwo?? No Comment deh!!!
    Mereka sama aja. Kerjaannya yang satu dengan yang lain ngecein org. Hobi bgt malah!! Tapi klo ga ada mereka juga, bakal sunyi sepi.

    Aku suka ketika berdiskusi bersama mereka. Berdiskusi banyak hal. Mungkin karena tuntutan dari jurusan yang kita ambil. Yang diharuskan buat bisa berbicara di depan forum.
    Namun ada keanehan yang terjadi, saat kita sering merencanakan sesuatu, misalnya pergi bersama-sama (sekelas) ke suatu tempat, selalu saja tak pernah terwujud. Atau juga saat, kita merencanakan untuk menggelar suatu acara. Acara yang hanya untuk sekedar kumpul-kumpul, pasti ga akan pernah terwujud. Karma?? Karma karena apa?? Kutukan?? Dikutuk siapa?? Pertanyaan seputar permasalahan itu sering ada di benakku. Entahlah. Asal rencana ke Semarang harus jadi dan sukses..hahahahayy..

  2. Aku menunggu.. sesuatu yang tak jelas apa yang aku tunggu itu.
    Kata KARMA, tiba-tiba begitu berkecamuk dalam pikiranku. Kesalahan terhadap seseorang terekam kembali dalam memoriku.
    Walaupun saat ini aku menunggu hal yang tak jelas dan tak pasti, tapi aku terlalu yakin jika malam ini kepastian itu datang, membawaku pada kehangatan kembali.

    Serasa menunggu, aku pun hanya berbaring di lantai dingin menatap lampu 18 watt yang menerangi lampu kamarku. Berbagai memori berputar kembali dan membawaku pada kata KARMA.
    Entahlah, tiba-tiba aku percaya dengan hal itu. Meskipun KARMA hanya bualan belaka. Aku terasa terbelenggu dengan kesalahan itu.
    Buatku masa lalu hanya kenangan. Pahit atau buruknya tetaplah suatu masa lalu!!!

    Ingin rasanya mati!!
    Suatu ungkapan tolol untuk seorang pecundang!
    Menangis? Terlalu kering untuk mengeluarkan air mata, terlampau habis.
    Malam ini aku benar-benar sendiri. Hanya sendirian dengan KARMA ku.
    Ah..apa aku mulai gila?

    Gila terhadap perasaan yang berlebihan? Gila terhadap KARMA yang ada dipikiranku? GIla dengan keadaan yang tak pasti??
    Entahlah..aku butuh teman malam ini.
    Siapapun!!
    Buat aku tersenyum lagi dan hilangkan perasaan KARMA ku.

    Yogya, 20 Desember 2009
    Malam yang gerah, dikamar kosku.

  3. Catatan Kecil Terbaru Pengisi Blog

    Selasa, 20 Oktober 2009

    Lama nian tak mengisi blog ini.
    Ketika kesibukan atau memang malas mengisinya menjadi satu-satunya faktor tak menulis di blog ini.
    Hmm..
    ingin membicarakan soal apa ya??
    Oya..tadi pagi Indonesia memasuki babak baru. Walau dg penguasa yg sama.
    SBY satu-satunya presiden yg terpilih langsung oleh rakyat untuk keduakalinya dalam pemilihan presiden.
    Hari ini tepat pelantikannya kembali menjadi pemimpin.
    Banyak kalangan yang menilai Indonesia akan diterpa kembali dalam bencana.
    Huuaaahh..sebagai seorang mahasiswa yg kadang tak mempedulikan siapa presidennya, saya pun mencoba untuk bersikap santai. Bukan berarti tak peduli akan permasalahan negeri ini. Tapi jika ditimbang kembali, tindakan mengkritisi atau bahkan mendemo (yg dilakukan beberapa kalangan dalam upaya penolakan pelantikan) merupakan hal yg sia-sia. Toh presiden & wakilnya telah terpilih. Masa' kita tetap mau ngotot untuk menolaknya??
    Setidaknya kita bisa mendoakan yang terbaik aja untuk negeri ini.

    Akhir-akhir ini media masa maupun elektronik membicarakan soal susunan kabinet Indonesia Bersatu jilid 2. Siapa yang menjadi menteri ini. Siapa yang menduduki posisi itu. Dan siapa yang digantikan.
    Ehmmm..jadi ingat satu parpol besar. Yang menjadi oposisi dalam pemerintahan SBY. Pagi ini aku mendengar kabar bahwa parpol ini tidak akan menurunkan kadernya dalam susunan kabinet periode terbaru. Ya sesuai perannya sebagai partai oposisi. Padahal SBY selaku presiden terpilih telah meminta beberapa kader dari partai ini untuk masuk dalam jajaran kabinet. Bukankah itu salah satu tindakan egoisme pemimpin partai??? Entah yang saya dengar ini benar atau hanya sebuah isu saja. (Setidaknya blog saya ini berisi tulisan baru saya ^0^).

    Hmmm..jadi teringat tulisan saya yang belum selesai.
    Saya harus menemui pejabat itu.
    Semoga dapat bertemu..

  4. Sang Putra Fajar yang Dilupakan (1)

    Rabu, 11 Februari 2009

    Siapa yg tak mengenal Soekarno? Founding father, orator ulung, berwibawa, kharismatik, cendekiawan, ideolog, & bahkan sosok yg sempurna sbg pemimpin bangsa. Karena itu tak heran jika sosoknya tidak ada yg mampu menandinginya. Namun sayang sbg sosok yg tangguh di mata bangsa, dan menjadi banyak pujaan akhir perjalanannya sangat tidak menyenangkan bahkan ironis. Sebagai seorang yg dianggap pendiri bangsa, Soekarno harus menghadapi realitas dan rivalitas politik yang menyakitkan dan harus berakhir pada ironi kehidupan yang sangat menyesakkan.

    Dilahirkan di Lawang Seketeng, Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Oleh ibu yang berasal dari Bali, Ida ayu Nyoman Rai. Ayahnya sendiri seorang guru kelahiran Probolinggo bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo. Menurut ibunya kelahiran Soekarno di waktu fajar memiliki makna khusus. Kata Soekarno, ibunya mengatakan: “kelak engkau akan menjadi org yg mulia, engkau akan menjadi pemimpin rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita org Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa org yg dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu. Jangan lupakan itu, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar.”

    Menulis tentang Soekarno bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas. Perjalanan panjangnya mempunyai byk arti dalam kehidupan khususnya bagi bangsa ini. Berkatnya lah Indonesia mampu menjadi negara yg disegani pada waktu itu.

    Soekarno juga merupakan sosok pecinta seni. Minatnya pada dunia seni sudah tampak sejak usia muda hingga akhir hayatnya. Kecintaannya pada karya seni (khususnya lukisan dan patung) semakin menemukan momentum yang tepat ketika dia diangkat sebagai Presiden RI (1945-1967). Tercatat hamper 3000 karya seni rupa yang meliputi lukisan, patung, porselin, dan kriya, yang menjadi koleksinya. Ribuan koleksi yang bernilai historis itu keberadaannya tersebar di Istana Merdeka, Istana Negara, Istana Bogor, Istana Batu Tulis, Gedung Agung Yogyakarta, dan Istana Tapak Siring, Bali. Namun sayang keberadaan koleksi-koleksi itu kini masih dalam status kurang jelas, yaitu antara milik pribadi Soekarno sendiri atau sudah dihibahkan menjadi koleksi negara. Hal ini disebabkan antara situasi akhir pemerintahan Presiden Soekarno yang mengalami kekacauan, hingga akhirnya dia meninggalkan Istana tanpa membawa barang-barang milik pribadinya. Selain itu juga, tidak ada wasiat tertulis dari Soekarno tentang penghibahan karya seni yang telah dikoleksinya. Bahkan belum ada payung hukum yang memberikan status jelas tentang koleksi tersebut.

    Pecinta perempuan salah satu julukan yang tepat untuknya. Tak dapat dipungkiri memiliki wajah yang menarik, gayanya yang necis dapat membuat kaum hawa memujanya. Begitu juga sebaliknya, Soekarno juga byk memuja mereka. Oetari, Inggit, Fatmawati, Hartini, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, Kartini Manopo, dan Heldy Djafar adalah perempuan-perempuan yang sepengetahuan seluruh rakyat waktu itu hidup bersama Soekarno, sungguh dia tak pernah merasa kehilangan kebesarannya karena perempuan disekelilingnya. (bersambung)




  5. Chairil Anwar (1922-1949)

    Senin, 02 Februari 2009


    Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua orangtuanya bercerai, dan ayahnya sendiri menikah lagi. Setelah perceraian itu, saat lulus dari bangku SMA, Chairil bersama ibunya pergi ke Jakarta.

    Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

    Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

    Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

    Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika kecil. Menurutnya, salah satu sifat Chairil pada masa anak-anak ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, bisa dikatakan tidak pernah diam.

    Rekannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”

    Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

    Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.

    Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakit yang dideritanya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilisyang dideritanya.

    Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”


  6. Setelah Depo Plumpang Terbakar

    Selasa, 20 Januari 2009

    Terbakarnya depo minyak PT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, merupakan pelajaran mahal. Kejadian ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan rendahnya standar pemadaman kebakaran obyek vital. Akibatnya, sekitar 2.000 kiloliter bensin premium hangus dan satu orang meninggal. Total kerugian materiil ditaksir Rp 15 miliar.

    Peristiwa ini menyedot perhatian masyarakat lantaran pentingnya depo Plumpang dalam jalur distribusi bahan bakar minyak. Fasilitas milik Pertamina ini menyalurkan 20 persen kebutuhan bahan bakar nasional, terutama untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dalam kondisi normal, depo Plumpang, yang memiliki 27 tangki penyimpanan, dapat menyalurkan premium sebanyak 10 ribu kiloliter per hari.

    Kebakaran diduga disebabkan oleh rusaknya release valve, alat untuk mengeluarkan tekanan yang berlebih di dalam tangki. Jika indikasi ini benar, muncul pertanyaan kenapa kerusakan ini tidak dideteksi lebih awal. Inilah pentingnya pengawasan ketat terhadap obyek sevital depo Pertamina. Indikasi yang tak beres sekecil apa pun seharusnya tak diabaikan.

    Pertamina dan petugas pemadam kebakaran juga terkesan tidak siap menghadapi bahaya kebakaran. Petugas pemadam terlihat kewalahan menjinakkan api. Petugas menunjuk kurangnya jumlah hidran sebagai sebab. Kalaupun ada hidran, airnya kosong. Petugas pemadam kebakaran terpaksa mengambil air secara estafet dari Sungai Sunter di dekat lokasi kebakaran. Akses ke titik api pun hanya bisa dilintasi satu kendaraan. Akhirnya mereka hanya berusaha mencegah kebakaran menjalar ke rumah penduduk dan kilang lainnya, seraya menunggu sampai premium dalam tangki itu terbakar habis.

    Meski kebakaran tak meluas, kejadian itu memperlihatkan betapa minimnya fasilitas pemadam kebakaran. Dinas Kebakaran DKI Jakarta, misalnya, tak memiliki helikopter untuk memadamkan kobaran api besar di lokasi yang sulit dijangkau seperti depo minyak. Agak sulit membayangkan seandainya kelak terjadi kebakaran besar di lokasi-lokasi yang luas dan tinggi, seperti gedung perkantoran, mal, dan apartemen bertingkat yang bertaburan di Jakarta.

    Pertamina pun dituntut memperbaiki sistem pengamanan depo-depo minyak yang dimilikinya. Jika depo di Plumpang saja mudah terbakar, bagaimana depo Pertamina di daerah-daerah lain? Harus diakui, selama ini depo Plumpang termasuk yang diawasi dengan ketat karena berada di ibu kota dan dekat dengan permukiman penduduk.

    Karena semua fasilitas penyimpan bahan bakar rawan kebakaran, sudah seharusnya diterapkan standar pengamanan yang tinggi. Tidak ada kompromi terhadap kesalahan sekecil apa pun yang berpotensi membuat api terpantik dan berkobar. Setiap depo juga harus memiliki sistem pemadam kebakaran internal yang memadai. Jangan lupa juga menyediakan jalan lapang yang memungkinkan mobil-mobil pemadam dari luar gampang membantu bila kebakaran terjadi. Tentu pengamanan perlu biaya besar, tapi biaya ini tidak seberapa dibanding kerugian yang diderita bila kebakaran tak teratasi.***(tempo)


  7. Sadarlah…

    Jumat, 16 Januari 2009

    Sadarkah kamu, bahwa kamu telah mempermainkan aku?

    Sadarkah kamu, bahwa kamu telah membohongi ku?

    Kau tidak menyadarinya, tapi aku yang menyadarinya…

    Entah kau merasakannya atau tidak…

    Saat aku mengenalmu, aku mulai merasakan bahwa kau satu-satunya untukku, kau satu-satunya yang mampu mengobati rasa pedih di hatiku. Aku pun mampu melewati tiga hari itu bersamamu dalam canda yang mungkin tak pernah aku dapatkan. Aku senang di tiga hari itu.

    Suatu sore yang mendung kau mengajakku ke tempat yang sangat indah, tempat yang baru aku lihat. Hijau, asri, dihiasi gemericik air sungai dengan merdu. Kamu menemani aku menikmati dinginnya air sungai, duduk bersama di bebatuan, berbicara dengan berbagai lelucon yang terdengar sangat aneh buatku. Tak jarang kamu pun menggodaku.

    Aku benar-benar menikmati sore itu. Hanya sesaat kita disana, rintik hujan pun turun, kita berlari, berlindung dari hujan. Di tengah jalan pun kita basah, dingin, namun aku mencoba untuk tak mengatakan hal itu padamu, aku tahu kamu tidak akan peduli.

    Ketidakpedulianmu, keangkuhanmu, membuatku ingin selalu lebih mengenalmu. Walaupun kadang aku merasa kesal dengan sikapmu. Tapi aku mencoba biasa, karena aku tak mau kamu tahu. Banyak cerita yang telah aku dengar tentangmu. Setengah hatiku pun mempercayainya. Namun aku tetap bersamamu. Aku akhirnya mengenalmu dengan dalam, kamu pun juga, mengenalku.

    Namun SADARLAH, aku mulai merasa jauh darimu ketika kamu masih memilikinya. Memiliki seseorang yang telah menunggumu itu. Kamu mencoba untuk meyakinkan aku, dan entah hal apa yang membuatku percaya.

    Kini SADARLAH, aku ingin lepas darimu…

    SADARLAH, aku tak mau terlalu dekat denganmu lagi, walau aku mencoba melawan kata hatiku…

    dan SADARLAH, bahwa aku mulai tak peduli denganmu.

    karena aku telah memiliki seseorang, yang tentu aku berharap sama seperti mu…

    Terimakasih untuk tiga hari itu…


  8. Supersemar, Fakta atau Fiktif???

    Kamis, 15 Januari 2009

    Supersemar, surat perintah sebelas Maret, yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno untuk memberi perintah langsung terhadap Soeharto yang saat itu menjadi Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yg dianggap perlu utk mengatasi situasi keamanan yg buruk di tahun itu, benarkah surat perintah itu ada atau hanya fiktif belaka?

    Surat perintah yang menjadi awal zaman baru itu merupakan sebuah bukti sejarah dari titik akhir kekuasaan Soekarno. Tak jelas apakah supersemar itu benar-benar ada atau tidak. Apakah benar-benar dibuat atau hanya karangan yang tak jelas yg tak jelas dari sumbernya? Sangat sulit untuk menjawabnya, karena pelaku sejarah peristiwa lahirnya supersemar ini sudah tak ada, dalam arti lain meninggal dunia.

    Ada dua versi dalam keluarnya supersemar ini. Pertama merupakan versi resmi, diawali ketika tepat tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno menghadiri sidang pelantikan Kabinet Dwikora. Pada saat sidang dimulai, salah satu panglima pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa melaporkan adanya “pasukan liar” yang diketahui adalah pasukan Kostrad dibawah pimpinan MayJen Kemal Idris yg bertugas menahan orang2 yg berada di Kabinet yg diduga terlibat dalam kasus G 30 S. Berdasarkan laporan tersebut presiden meninggalkan sidang tersebut dan berangkat ke Bogor dengan helikopter yg sudah disiapkan sebelumnya.

    Situasi ini kemudian dilaporkan kpd MayJen Soeharto, lalu Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor utk menemui presiden di istana Bogor yaitu Brigjen M. Jusuf, Brigjen Amir Machmud, & Brigjen Basuki Rahmat. Sesampai di Istana Bogor, ketiga perwira tersebut terlibat pembicaraan dengan presiden Soekarno, dan mereka mengatakan bahwa MayJen Soeharto dpt mengendalikan situasi & memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas/surat kuasa yg diberikan kewenangan pada Soeharto utk mengambil tindakan tersebut. Presiden setuju, lalu dibuatlah surat perintah yg dikenal dengan supersemar itu.

    Versi kedua, memiliki kesamaan dengan versi resmi yg telah ada. Versi kedua ini, dituturkan oleh kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor. Ia menyatakan bahwa perwira tinggi yg datang ke Istana Bogor waktu itu bukan tiga orang perwira melainkan empat perwira, yakni ikutnya Brigjen M. Panggabean. Namun proses penulisan surat perintah tersebut telah diketik oleh perwira2 itu, sehingga kedatangan mereka hanya untuk meminta tandatangan Presiden Soekarno. Salah satu perwira tersebut bahkan menodongkan senjata kearah presiden & memaksa presiden utk menandatangani surat perintah yg telah ditulis tersebut. Presiden pun menurutinya. Setelah penandatanganan surat itu Presiden Soekarno meninggalkan Istana Bogor, entah menuju kemana.

    Setelah peninggalan presiden, Istana Bogor telah diduduki oleh pasukan RPKAD & kostrad. Dan, pengawal kepresidenan yg bersaksi bersama rekan pengawalnya ditangkap & ditahan di sebuah rumah tahanan militer, mereka pun diberhentikan dari dinas militer. Namun byk kalangan yg meragukan kesaksian pengawal presiden itu, bahkan salah satu perwira yg mendatangi presiden Soekarno di Istana Bogor, membantah peristiwa pemaksaan penandatanganan dari presiden.

    Dua versi kemunculan supersemar itu membuat keberadaannya masih simpang siur. Banyak sejarawan yg mencoba mengungkapnya, salah satunya sejarawan asing bernama Ben Anderson. Ia mendapat kesaksian dari salah satu tentara yg pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tsb mengatakan bahwa Supersemar diketik di atas surat berkop markas besar Angkatan Darat, bukan di atas berkop kepresidenan. Inilah yg menurut Ben menjadi alasan mengapa supersemar hilang atau mungkin sengaja dihilangkan.

    Entahlah, dimana surat yang membawa awal bangsa ini melewati zaman baru, itu berada. Tak seorang pun yg mampu menjawab, keberadaan sejarah Indonesia yang masih gelap tersebut.


  9. Kembang Api di Malam Tahun BAru

    Selasa, 13 Januari 2009

    Ibu aku ingin sekali melihat kembang api yang sebenarnya. Aku ingin ibu.”

    Nak kembang api yang telah kamu lihat itulah kembang api yang sebenarnya.”

    Bukan! Ibu salah! Aku melihat dari televisi di rumah pak erte waktu itu, sangat besar sekali, dan berwarna-warni. Sangat berbeda dengan yang aku lihat selama ini bu.”

    Ibu terdiam. Seakan ucapannya benar-benar salah. Ya, aku sangat ingin sekali melihat kembang api seperti yang ada dalam televisi pak erte waktu aku kerumahnya, menemani Agus yang sedang meminta permohonan surat pindah rumah. Teman sejak kecilku itu akan pindah ke kota setelah dia dan keluarganya mendapatkan warisan dari kakeknya yang telah meninggal. Betapa beruntungnya Agus, aku sangat iri padanya. Seringkali terlintas dalam pikiranku, mengapa aku dilahirkan dalam keluarga yang sangat miskin? Ayahku hanya seorang buruh tani musiman, ibuku bekerja apa saja yang bisa ia kerjakan, aku juga mempunyai tiga orang adik-adik yang masih sangat kecil, si kembar Ria dan Rina, dan satu lagi jagoan kecil, Dimas. Rumahku? Jangan tanya soal itu, tempat tinggalku tidak pantas dikatakan sebagai rumah tapi sebuah kandang ternak. Ah… aku menyesal dengan keadaanku sekarang.

    Aku pernah menceritakan keadaanku yang miskin dan penuh penderitaan ini pada Agus, dia berkata

    Di, ibu dan ayahmu itu bekerja untuk kamu dan adikmu, seharusnya kamu berterimakasih padanya!”

    Aku berpikir dapat kalimat dari mana dia untuk menasehatiku, apalagi dia sebaya denganku, berumur 10 tahun. Aku sendiri hanya bisa diam menanggapinya. Tapi yang pasti aku tidak suka dia berkata seperti itu, pasti dia telah sombong karena dia akan pindah ke kota.

    Ibu. Kenapa ibu diam saja?” aku membuyarkan ibu dari diamnya.

    Ibu hanya berpikir, bagaimana mungkin kamu akan melihat kembang api yang seperti kamu lihat di televisi pak erte, nak?”

    Caranya mudah bu. Ibu tinggal membawaku ke kota dan kita akan melihat kembang api itu.”

    Ke kota? Dapat uang dari mana kita akan ke kota nak? Sudahlah, kamu pendam dulu cita-cita mu untuk melihat kembang api yang sebenarnya itu!” Ibu terlihat sangat marah sekali padaku, dan beranjak menuju dapur. Sekarang giliran aku yang terdiam, dalam hati aku bertanya, kapan aku akan melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni itu? Kapan? Tak terasa air mata jatuh dari kelopak mataku.

    ***

    Tahun berganti tahun. Tak terasa kini aku sudah menjadi seorang pemuda yang sangat kuat. Ayahku telah meninggal setahun yang lalu, akibat sakit yang dideranya. Akhirnya akulah yang mencari nafkah untuk kehidupan kami sehari-hari, dan juga untuk sekolah ketiga orang adikku.

    Persahabatanku dengan Agus pun juga masih berjalan, walaupun dia telah sukses disana, tapi dia tak pernah lupa akan sahabat dan kampung halamannya. Kami tetap memberikan kabar lewat surat, meski aku buta huruf aku tetap setia membalas surat-suratnya itu dengan bantuan adik-adikku. Mereka tak pernah lelah membantuku menuliskan suratnya untuk Agus, membacakan surat dari Agus, bahkan adik-adikku itu juga mengirimnya ke kantor pos di desa sebelah.

    Dalam setiap surat yang Agus kirimkan padaku dari tahun pertamanya di kota hingga sekarang, ada satu yang terus membuatku iri, yaitu dia bercerita tentang kembang api yang besar dan berwarna-warni seperti yang ada di televisi pak erte pada setiap acara tahun baru di kotanya. Ya… cita-citaku untuk melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni itu tak pernah aku hilangkan dari pikiranku. Sepertinya sudah saatnya aku pergi ke kota untuk melihatnya, apalagi sekarang adalah akhir tahun, pasti di kota Agus ada kembang api yang besar dan berwarna-warni itu. Aku harus kesana!

    Tidak, ibu tidak mengijinkan kamu pergi ke kota hanya untuk melihat kembang api!” ibu berkata sambil mengaduk nasi yang ditanaknya, di atas tungku api yang besar.

    Tapi ibu ini kesempatanku untuk melihat kembang api yang besar itu. Ini adalah cita-citaku.” Balasku. Ibu menoleh padaku lalu berkata lagi

    Itu bukan cita-cita, tapi obsesi mu yang belum terwujud. Mana mungkin, kamu seorang pemuda berumur 20 tahun mempunyai cita-cita melihat kembang api, nak?”

    Terserah ibu mau mengatakan apa, tapi yang pasti aku akan pergi ke kota untuk melihat kembang api itu.” Aku pergi meninggalkan ibu menuju kamarku untuk berkemas membawa apapun yang diperlukan. Entah setan apa yang membisikan telingaku untuk tetap pergi walau tanpa ijin dari ibu.

    Tiba-tiba ibu masuk dalam kamarku yang sempit, membantuku berkemas, aku terpaku melihatnya, kemudian ibu berkata

    Ibu tetap tak mengijinkanmu, tapi jika kamu tetap bersikeras untuk pergi, ibu mau tak mau mengijinkanmu.” Air mengalir di pipi ibu yang telah keriput itu. Aku memeluknya.

    Terimakasih ibu. Aku tak akan lama disana, doakan anakmu selamat.”

    Ibu menyelipkan beberapa lembar uang di tanganku, lalu berlalu, keluar dari kamarku menuju kamarnya. Kembali aku hanya diam menatapnya.

    Adik-adikku yang telah menunggu di halaman rumah, melepas kepergianku seakan menuju kemedan perang.

    Mas Adi hati-hati ya.” Ujar si kembar berbarengan.

    Aku menggangguk.

    Nanti setelah melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni itu, mas harus segera pulang. Kami akan menunggu cerita mas Adi tentang kembang api itu.” Dimas pun juga berkata.

    Iya, mas akan segera pulang, dan akan membawa kalian cerita serta oleh-oleh.”

    Kami tak mau oleh-oleh mas, yang kami inginkan hanya keselamatan mas kembali pulang kerumah.”

    Aku terharu. Ku peluki satu persatu tubuh mereka, lalu pergi meninggalkan ibu, adik-adikku, dan rumah yang bertahun-tahun aku tempati.

    ***

    Dengan bermodalkan uang dari ibu yang tak seberapa, dan motor pinjaman dari mas Galih, dengan jaminan oleh-oleh dari kota akhirnya aku sampai juga di kota, tempat tinggal Agus itu. Udara yang sangat panas membuatku membeli sebotol air mineral. Aku terduduk di sebuah warung, tempat aku membeli minuman. Bagaimana mungkin aku mengunjungi rumah Agus, alamatnya saja aku tak tahu. Memang aku membawa alamatnya, dari sebuah robekan kertas amplop yang dikirim oleh Agus, tapi membaca saja aku tidak bisa.

    Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya medekatiku.

    Ada masalah?”

    I…Iya pak.”

    Masalah apa yang kamu hadapi, nak? Bolehkah bapak tau?”

    Aku pun mulai menceritakan dari awal dimana keinginanku datang ke kota ini hanya untuk melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni. Bapak itu tertawa, seakan menertawai keinginanku melihat kembang api. Dia pun melihat wajah tidak sukaku karena dia menertawakannya.

    Oh…maaf, maaf. Aku hanya bingung, ternyata di dunia ini masih ada orang yang belum melihat kembang api yang besar. Hingga ia nekat pergi dari kampungnya hanya untuk melihat kembang api itu. Aku benar-benar tak menyangka.”

    Apakah salah jika saya belum melihat kembang api yang besar itu?”

    Tidak. Tentu tidak. Itu bukan kesalahan, tapi obsesi kecilmu, yang bisa diwujudkan ketika kamu dewasa. Lalu apa yang akan kamu dapatkan setelah melihat kembang api itu?”

    Kepuasan.” Jawabku tegas.

    Kepuasan batin. Karena selama ini aku tak pernah mendapatkan sebuah kepuasan. Dengan melihat kembang api itu rasanya beban yang ada dalam pundak ku ini hilang.” Aku melanjutkan.

    Kamu benar-benar ingin melihat kembang api itu?”

    Iya! Buat apa aku datang kemari, jika tidak dapat melihat kembang api itu.”

    Baiklah, kamu bisa melihatnya, tapi baru nanti malam kamu akan melihatnya, tepat jam 12. Datanglah di alun-alun kota, kamu tinggal terus saja melewati jalan ini, dan kamu akan sampai di alun-alun yang ramai. Di situlah acara tahun baru digelar, dan kamu akan melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni itu.” Bapak itu menjelaskan dan juga menunjuk kearah jalan besar. Jalan menuju alun-alun.

    Terimakasih pak. Saya akan segera kesana.” Aku menjabat tangan bapak itu, dan langsung segera pergi menuju alun-alun.

    Sesampainya disana keadaan masih sepi, terlihat panggung yang sangat besar telah berdiri di tempat itu, mungkin akan digunakan untuk pertunjukkan musik nanti malam. Jam 12? Masih sangat lama, pikirku. Itu sama saja aku menunggu bertahun-tahun lamanya. Tapi tak apalah, demi melihat kembang api yang besar dan berwarna-warni itu aku akan menunggunya. Sambil menunggu waktu malam, aku akan tidur dulu, melepas lelahku, dari perjalanan yang jauh. Aku melihat pohon yang sangat rindang, aku pun tidur di pohon itu, ditemani semilir angin yang sejuk.

    Entah telah jam berapa aku bangun dari tidurku. Suasananya benar-benar sangat ramai. Terdengar orang-orang disana mngucapkan angka.

    Lima belas, empat belas, tiga belas….”

    Oh, tidak? Dimana motorku? Motor pinjaman dari mas Galih, dengan jaminan oleh-oleh yang akan aku bawa. Dimana motor itu? Bukankah tadi aku letakkan dekat pohon ini.”

    Sepuluh, sembilan..”

    Aduh, harus berkata apa nantinya pada mas Galih? Harus ku ganti dengan apa?”

    Aku berlari ke tengah jalan raya, mataku menyapu seluruh daerah itu, mungkin saja aku lupa meletakkannya, tapi daerah itu benar-benar sangat ramai.

    Lima, empat, tiga, dua…”

    Toooooooeeeeeeeeeettttttttttt… SELAMAT TAHUN BARUUUUUUUUU…”

    Aku terpana melihat kembang api raksasa bagaikan payung, menghiasi langit alun-alun kota malam ini. Aku tersenyum, tanpa sadar sebuah sedan hitam dengan moncongnya yang mengkilap, menyentuhku dengan sangat keras.

    Braaaak…”

    Aku jatuh, tubuhku lunglai, terasa sesuatu mengalir deras dari kepala ku, namun aku masih bisa melihat kembang api besar dan berwarna-warni, samar-samar aku melihatnya, redup, lalu tiba-tiba gelap kemudian hitam, terlihat bayangan ibu di desa, dengan berteriak-teriak memanggil namaku.***

    Balikpapan, di awal tahun yang mendung.

    (Kupersembahkan untuk seseorang yang tak bisa

    melihat kembang api bersama ku.)


Diberdayakan oleh Blogger.