Oke, ini tahun pertama saya menggarap majalah di Rumah Kedua. Kaget! Bahasa kerennya shock. Biasanya yang menulis hanya sekitar 300-800 kata, tapi sekarang harus lebih dari 1000 kata. Awalnya tak siap, tapi ini tanggung jawab yang dipercayakan pada saya. Memang berbeda antara penggarapan buletin dengan majalah. Namun, penggarapan buletin adalah proses belajar menganalisa dan menulis sekitar kemudian di transferkan pada majalah. Setelah majalah, Insya Allah ada buku yang menunggu (mengapa saya tulis Insya Allah, karena belum tentu saya mendapat jatah untuk menulis).
Sedikit putus asa, namun saya harus bisa! Saya memang jarang berkunjung ke rumah kedua, tapi kawan-kawan masih percaya pada saya untuk memberikan tugas menulis satu rubrik (untungnya hanya satu rubrik). Saya diserahi rubrik Apresiasi. Mungkin semacam biografi seorang tokoh besar atau tokoh yang luput dari perhatian. Ya, saya harus menulis mengenai sutradara sang tukang ejek nomor wahid, Nya Abbas Akub. Sudah tahukah anda tentang dia? Pernah dengar film Drakula Mantu? Atau yang paling populer adalah Inem Pelayan Seksi? Saya yakin, anda penikmat film-film komedi jaman dulu pasti tahu, atau mungkin sudah menonton film-film itu.
Ya, Nya Abbas Akub merupakan sutradara film-film komedi sosial, macam Inem Pelayan Seksi itu. Ciri khas sang sutradara ini pun adalah kritik-kritik sosial nya terhadap keadaan masyarakat tak jarang terhadap pemerintahan kala itu (Orde Baru). Film komedi yang dibumbui fenomena-fenomena masyarakat cukup menjadi bumbu penyegar dalam karya-karyanya. Kritikan tajam namun diselingi banyolan (yang tidak mengejek dan tidak membawa kearah negatif) membuat para penikmatnya puas akan hal baru. Abbas Akub memang dianggap sebagai pelopor film-film sosial komedi.
Contoh karya besarnya adalah Inem Pelayan Seksi. Tak tanggung-tanggung film ini dibuat tiga jilid. Sekuel terakhir atau ketiga merupakan puncak kehidupan dari si Inem sebagai seorang babu yang telah menjadi nyonya besar. Si Inem dianggap sebagai pahlawannya para babu, bahkan mereka pun mengadakan konggres babu-babu se-Indonesia, untuk menyuarakan pendapat dan kritikan para babu, terhadap kondisi mereka. Namun, sekuel ketiga ini dianggap kurang sukses, kehidupan Inem yang goyang, membuat penikmat film ini kurang antusias. Mereka menganggap bahwa Inem Pelayan Seksi yang pertama lah yang menjadi pilihan mereka.
Kesuksesan Nya Abbas Akub dalam film-filmnya justru tak membuat dirinya mendapat penghargaan sebagai apresiasi masyarakat terhadap dirinya. Sampai akhir hayatnya pun dia tak pernah sedikit pun mendapatkan Piala Citra. Miris! Atau mungkin belum banyak orang yang mengetahui sang sutradara ini?
Ya sudahlah..
Nanti akan saya postingkan artikel yang saya tulis itu. Daripada saya panjang lebar menjelaskannya.
Sekarang kembali pada tulisan saya. Byeee..
Sedikit putus asa, namun saya harus bisa! Saya memang jarang berkunjung ke rumah kedua, tapi kawan-kawan masih percaya pada saya untuk memberikan tugas menulis satu rubrik (untungnya hanya satu rubrik). Saya diserahi rubrik Apresiasi. Mungkin semacam biografi seorang tokoh besar atau tokoh yang luput dari perhatian. Ya, saya harus menulis mengenai sutradara sang tukang ejek nomor wahid, Nya Abbas Akub. Sudah tahukah anda tentang dia? Pernah dengar film Drakula Mantu? Atau yang paling populer adalah Inem Pelayan Seksi? Saya yakin, anda penikmat film-film komedi jaman dulu pasti tahu, atau mungkin sudah menonton film-film itu.
Ya, Nya Abbas Akub merupakan sutradara film-film komedi sosial, macam Inem Pelayan Seksi itu. Ciri khas sang sutradara ini pun adalah kritik-kritik sosial nya terhadap keadaan masyarakat tak jarang terhadap pemerintahan kala itu (Orde Baru). Film komedi yang dibumbui fenomena-fenomena masyarakat cukup menjadi bumbu penyegar dalam karya-karyanya. Kritikan tajam namun diselingi banyolan (yang tidak mengejek dan tidak membawa kearah negatif) membuat para penikmatnya puas akan hal baru. Abbas Akub memang dianggap sebagai pelopor film-film sosial komedi.
Contoh karya besarnya adalah Inem Pelayan Seksi. Tak tanggung-tanggung film ini dibuat tiga jilid. Sekuel terakhir atau ketiga merupakan puncak kehidupan dari si Inem sebagai seorang babu yang telah menjadi nyonya besar. Si Inem dianggap sebagai pahlawannya para babu, bahkan mereka pun mengadakan konggres babu-babu se-Indonesia, untuk menyuarakan pendapat dan kritikan para babu, terhadap kondisi mereka. Namun, sekuel ketiga ini dianggap kurang sukses, kehidupan Inem yang goyang, membuat penikmat film ini kurang antusias. Mereka menganggap bahwa Inem Pelayan Seksi yang pertama lah yang menjadi pilihan mereka.
Kesuksesan Nya Abbas Akub dalam film-filmnya justru tak membuat dirinya mendapat penghargaan sebagai apresiasi masyarakat terhadap dirinya. Sampai akhir hayatnya pun dia tak pernah sedikit pun mendapatkan Piala Citra. Miris! Atau mungkin belum banyak orang yang mengetahui sang sutradara ini?
Ya sudahlah..
Nanti akan saya postingkan artikel yang saya tulis itu. Daripada saya panjang lebar menjelaskannya.
0 komentar:
Posting Komentar